Bebarapa hari yang lalu aku sempat bertemu dengan seseorang. Tak ada
yang istimewa dari dia. Bahkan terlalu biasa. Setidaknya itu kesan
pertama sebelum aku sempat berbincang, tepatnya mendengarkan ceritanya.
Cerita tentang hidupnya.Dari ribuan kalimat yang sempat saling bertukar,
ada yang selalu aku ingat dan membuatku ingin menulisnya disini."Tuhan
menyayangi kita lebih dari diri kita sendiri. Hanya terkadang kita yang
menghalangi kasih sayang Tuhan dengan apa yang disebut dengan ketamakan,
tak pandai bersyukur..."
"Bersyukur?" aku memotong kalimatnya.
"Saya selalu bersyukur. Bibir saya selalu mengucap 'Alhamdulillah'. Dan
itu otomatis terucap karena terlalu seringnya."
Dia tersenyum.
"Tapi apa dalam kenyataannya kita benar-benar sudah bisa menerima apa
yang sudah kita punya? Kita sering menggurutu... Dapat 10, kita akan
berkata: coba kalo 20... Diberi 100, seandainya kita punya 1000...Bahkan
kita tidak benar-benar bisa menjaga apa yang sudah kita punya dengan
menggunakannya secara sia-sia..."
"Terlalu filosofis!" aku sempat
mendebat. "Manusiawi kan kalo kita menginginkan lebih? Jaman sekarang
apa yang tidak dihitung dengan materi? Kapitalis? Memang sekarang
jamannya kan?"
"Ikuti arus... tapi jangan terbawa arus...?"
jelasnya dengan sabar. Terlalu sabar menurutku. Dan saya semakin tidak
mengerti."Hidup itu tergantung dari mana kita memandangnya," lanjutnya
kemudian. " Jika terasa berat, cobalah lihat dari sisi yang berbeda. 100
akan terasa banyak kalo kita menilainya banyak. Tapi juga tidak akan
ada artinya jika kita menilainya sedikit.." dia berhenti sejenak untuk
menghabiskan kopinya. Lalu berpaling kearahku. "Mau tambah lagi
kopinya?"
Aku menggeleng. Dua gelas sudah cukup sejak aku mulai ngobrol dengannya.
"Hargailah
semua yang kamu dapat dengan tinggi. Bukan dari kwantitasnya," suaranya
masih terdengar lembut. " Tapi bagaimana cara kamu mendapatkannya.
Setiap tetes keringat tidak ada yang sia-sia. Maka kamu akan menjadi
orang yang pandai bersyukur dalam arti yang sesungguhnya. Bukan hanya
orang yang fasih mengucap 'Alhamdulillah' secara lisan saja...Satu lagi,
sahabatku, berbagilah dengan orang lain. Maka kamu akan menemukan
kebahagiaan..."
Matanya menatapku tajam meski senyum tak pernah
lepas dari bibirnya."Hidup itu tidak mudah, tapi juga tidak sesulit yang
kita takutkan.Jangan menyerah dan tetap semangat..."
Dan laki-laki itu bernama Carnolus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar